PERTUNJUKAN
RANAH TEATER PADANG
Pertunjukan
ranah taeter padang pada hari senin, 9 Desember 2013 yang dipertunjukan di
Teater arena ISI Padangpanjang. Pertunjukan yang berlangsung selama satu
setengah jam itu membuat penonton termenung apakah penonton tersebut mengerti
dengan cerita yang diangkatnya tersebut atau tidak?. Setelah saya bertanya
kebeberapa orang yang duduk dekat saya, dia mengatakan bahwa dia tidak mengerti
dengan apa yang sedang dipertunjukan. Sebenarnya pertunjukan tersebut berakar
dari sumatera barat yaitu diangkat dari cerita perang padri (perselisihan
antara kaum adat dengan kaum agama).
Sekilas
tentang perang padri: Perang Padri adalah peperangan yang berlangsung di
Sumatera Barat dan sekitarnya terutama di kawasan Kerajaan Pagaruyung dari
tahun 1803 hingga 1838.[1] Perang ini merupakan peperangan yang pada awalnya
akibat pertentangan dalam masalah agama sebelum berubah menjadi peperangan
melawan penjajahan.
Perang
Padri dimulai dengan munculnya pertentangan sekelompok ulama yang dijuluki
sebagai Kaum Padri terhadap kebiasaan-kebiasaan yang marak dilakukan oleh
kalangan masyarakat yang disebut Kaum Adat di kawasan Kerajaan Pagaruyung dan
sekitarnya. Kebiasaan yang dimaksud seperti perjudian, penyabungan ayam,
penggunaan madat, minuman keras, tembakau, sirih, dan juga aspek hukum adat
matriarkat mengenai warisan, serta longgarnya pelaksanaan kewajiban ritual
formal agama Islam. Tidak adanya kesepakatan dari Kaum Adat yang padahal telah
memeluk Islam untuk meninggalkan kebiasaan tersebut memicu kemarahan Kaum
Padri, sehingga pecahlah peperangan pada tahun 1803.
Hingga
tahun 1833, perang ini dapat dikatakan sebagai perang saudara yang melibatkan
sesama Minang dan Mandailing. Dalam peperangan ini, Kaum Padri dipimpin oleh
Harimau Nan Salapan sedangkan Kaum Adat dipimpinan oleh Yang Dipertuan
Pagaruyung waktu itu Sultan Arifin Muningsyah. Kaum Adat yang mulai terdesak,
meminta bantuan kepada Belanda pada tahun 1821. Namun keterlibatan Belanda ini
justru memperumit keadaan, sehingga sejak tahun 1833 Kaum Adat berbalik melawan
Belanda dan bergabung bersama Kaum Padri, walaupun pada akhirnya peperangan ini
dapat dimenangkan Belanda.
Perang
Padri termasuk peperangan dengan rentang waktu yang cukup panjang, menguras
harta dan mengorbankan jiwa raga. Perang ini selain meruntuhkan kekuasaan
Kerajaan Pagaruyung, juga berdampak merosotnya perekonomian masyarakat
sekitarnya dan memunculkan perpindahan masyarakat dari kawasan konflik.
Saya sendiripun sempat bingung terhadap
pertunjukannya, karena artikulasi aktor-aktor tidak jelas sampai ke belakang
penonton yang menyebab kurang mengerti dengan alur cerita yang ditonton
tersebut. irama dialog dan ekspresi wajah aktor kurang mendukung. Tema
pertunjukannya sangat bagus yaitu mengangkat cerita yang ada di Sumatera Barat
sendiri. Kostum yang dipakai dalam pertunjukan sesuai dengan tema yang diangkat
yaitu antara kaum adat dengan kaum agama yang memakai baju kurung. Hal yang
mendukung terciptanya suasana pertunjukan dari segi lampu, penataan lampu waktu
pertunjukan tidaklah sesuai dengan apa yang diharapkan. Penerangan Lampunya
sering melenceng, sehingga penerangan lampunya tidak tepat menerangi aktor.
Hal
tersebut merupakan masukan bagi aktor, sutradara dalam melanjutkan karyanya,
semua itu adalah masukan teman-teman di Teater ISI Padangpanjang. Orang yang
ingin maju adalah orang yang mau menerima berbagai kritikan orang dan memperbaikinya
ke arah yang lebih baik. Hal yang paling penting dalam sebuah pertunjukan
adalah memandang posisi penonton. gagal atau suksesnya suatu pertunjukan
tergantung kepada respon penonton saat melihat pertunjukan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar