Pages

Rabu, 23 Oktober 2013

KESENIAN TRADISIONAL PAYAKUMBUH YANG TERLUPAKAN

          Kesenian payakumbuh yang terkenal dengan tiga sijoli tersebut yaitu Sijobang, Sirompak, dan Sampelong yang sudah terlupakan. Kurangnya minat masyarakat payakumbuh terhadap kesenian tradisi tersebut khususnya pemuda-pemuda payakumbuh yang berperan sebagai generasi penerusnya. faktor penyebabnya yaitu dengan masuknya gaya-gaya modern yang terutama tentang kesenian. Kesenian tradisional payakumbuh masih berkembang sekitar tahun 1990-an sekarang kesenian tersebut hanya tinggal nama.
          Seorang seniman di Payakumbuh tepatnya di daerah Taeh Baruah yaitu Dt Muktar dia sudah mengenal seni dari umur 15 tahun sampai sekarang.  beliau berusia 65 tahun dan sudah menggeluti dunia seni khususnya saluang sirompak. Menurutnya Basirompak merupakan budaya nagari Taeh Baruah dan Taeh Bukik yang disahkan masyarakatnya. Sirompak berasal dari kata Rompak, yang berarti dobrak, rampok, rampas,atau mengambil secara paksa. Basirompak adalah upaya memaksa bathin seseorang dengan bantuan kekuatan gaib agar menuruti kemauan mereka yang merompak.Ini merupakan suatu bentuk upacara ritual magis yang dilakukan oleh seorang pawang sirompak dengan tujuan menaklukkan hati seorang perempuan yang telah menghina seorang laki-laki.  Ritus ini, dilakukan oleh seoran pawang (tukang sirompak) yang dibantu oleh seorang peniup saluang sirompak dan seorang tukang soga.Pawang bertugas mendendangkan mantra-mantra dan memainkan sebuah gasing (gasiang tangkurak).
          Gasiang tengkorak terbuat dari tulang dahi (kening) manusia pemberani yang mati terbunuh. Cara pengambilan tengkorak itu dengan menggali kuburan mayat yang di makamkan lebih kurang sebulan lamanya. Setelah tengkorak itu di temukan diikat tali kain kafan serta benang tujuh ragam. Kemudian digantung pada tempat yang sakti dengan syarat setiap malam kamis tengkorak itu diasapi dengan kemenyan. Pembakaran kemenyan itu dilakukan selama tujuh malam. Seseorang yang terkena sirompak tersebut tidak bisa untuk menyembuhkannya kembali saperti biasa, jadi seseorang itu akan membawa penyakit tersebut sampai mati. Orang yang terkena sirompak itu menjadi tidak waras, dan menghabiskan sisa hidupnya dengan mencari-cari orang yang manyirompaknya, karena orang yang terkena sirompak hatinya sudah terpikat kepada orang yang manyiropaknya.[1]
          Kesenian Payakumbuh yang menjadi ciri khas daerahnya, selain Sirompak juga ada sijobang. Sijobang merupakan sebuah kesenian yang terdapat suatu kisah atau cerita yang disusun secara berurutan. Alat musik pengiring  Sijobang berupa rabab, kecapi, korek api, biola. Daerah Payakumbuh memakai korek api sebagai alat musik dalam bermain sijobang. Pemain sijobang ini hanya satu orang, dia menyampaikan cerita sekaligus memainkan alat musiknya. Irama vokal dalam menyampaikan cerita atau kisah harus sesuai  atau selaras dengan irama musik yang dimainkannya. Cerita yang diangkat dalam memainkan sijobang itu biasanya cerita Anggun nan tongga, Siti gondoriah. Pedendang basijobang terkenal di Sumatera Barat adalah: Tuen Islamidar dari Nagri Talang Maur, Kecamatan Mungka, Kabupaten Lima Puluh Kota. Datuk Kodo dari Nagari Sungai Talang, Kecamatan Guguak, Kabupaten Lima Puluh Kota. [2]
          Sijobang termasuk ke dalam teater tutur. Teater tutur adalah teater yang diangkat dari suatu cerita, timbul dinyanyikan dengan cara monolog yang dibawakan oleh seseorang saja. Menurut alumni STSI  Padangpanjang,   Sijobang akan terasa asik didengar, apabila utuh dinikmati. Apabila didengar setengah-setengah, sulit mengetahui alur cerita yang disampaikan pembawa kaba dalam Sijobang. Sijobang sangat terkenal pada era 80-an dan masih berkembang pada saat itu, tetapi akhir-akhir ini kesenian tersebut kurang diminati oleh pemuda-pemuda setempat yaitu di Payakumbuh. Kurangnya minat generasi penerus menjadi cambuk terancam punahnya kesenian di Payakumbuh. Kesenian-kesenian hanya orang tua-tua yang tahu cara memainkannya karena tentu adanya tekhnis melakukannya tidak bisa sembarangan orang.
         

         



[1] Muktar, wawancara di Taeh Baruah, 13 Oktober 2013
[2] Muktar, wawancara di Taeh Baruah, 13 Oktober 2013

Tidak ada komentar:

Posting Komentar